Tak lama kemudian mama memelukku sambil sesekali terisak, “Jangan marah ya.. jangan siksa perasaan mama.” kata mama disela-sela isak tangisnya.
“Maafin Donny Ma, tadi Donny kurang kontrol,” sahutku pelan sambil membelai punggung mulusnya.
“Donny pengen menyerahkan keperjakaan Donny untuk mama, pengen kalau mama orang pertama yang mengajari tentang semuanya, tapi Donny sadar itu salah..” ujarku memperbaiki kesalahan ketika ciuman hangat jatuh di keningku, kemudian turun dan tanpa sadar mulut kami beradu lagi tapi tidak sekencang yang pertama namun begitu lembut hangat dan mesranya. Giliran mama sekarang yang memelukku erat seolah tak ingin dilepaskannya lagi.
“Maafin mama..” ujarnya sambil terus memelukku.
“Mama terlalu egois..” lanjutnya sembari menciumi pipiku dengan penuh kasih sayang.
“Kalau memang itu yang Donny mau,” tanpa meneruskan kalimatnya selanjutnya, mama bangkit kemudian berjalan menuju kamarnya. Seribu pikiran telah merambah kepalaku, aku bingung harus bagaimana. Tapi akhirnya aku memilih alternatif kedua, ikut masuk ke dalam kamarnya.
Aku terpana saat melihat mama tidur terlentang sambil matanya menatap sayu ke arahku. Bulu-bulu lembut tampak semerawut di sekitar selangkangannya. Pelan aku mendekatinya, sepertinya gayung bersambut.
“Mama ingin jadi orang pertama yang memberikan sayang seluruhnya pada Donny.” kata mama sambil berusaha menutupi selangkangannya dengan kedua tangan, nyata sekali kalau mama masih caanggung untuk bugil di depan orang. Seketika seranganku ke mulutnya dibalas lebih garang lagi. Aku benar-benar tidak tahan, kucoba memasukkan penisku secepat mungkin. Namun selalu meleset.
“Abis Donny sihh besar sekali..” sambil tangannya menuntun penisku ke liang tempat aku lahir.
“Ditekan.. sayang..” lanjut mama sambil tangannya tetap memegang penisku agar diam. Aku berusaha untuk menekan, namun terasa seperti ada sesuatu yang menahan. Aku terus berusaha sampai akhirnya, “Slebs..” kepala penisku amblas melewati pintu lubang yang sangat sempit itu. “Ukhh..” mama menjerit tertahan sepertinya mama merasakan sakit. Aku terus menekan menerobos masuk hingga benar-benar amblas seluruhnya, kepala adikku seperti menyentuh sesuatu yang kenyal di kedalamansana.
“Sayang yang pelan dong..” ujar mamaku sambil meringis menahan sakit. Aku mulai mengocokkan keluar masuk, mama benar-benar menikmati setiap gerakan yang kuberikan. “Uuhh..” mama merintih pelan. Mama mulai mendekap tubuhku erat. Sedangkan aku terus menurun-naikkan tubuh hingga aku merasakan nikmat luar biasa. Mama mulai maracau tak karuan ketika gerakanku semakin cepat menghantamnya. Suara desahan nafas bercampur dengan suara vagina yang dikocok oleh penisku, begitu kontras. Nyata sekali kalau vagina mama benar-benar telah basah bahkan mungkin sangat becek hingga mengeluarkan suara yang menurutku aneh, sepertinya ada sesuatu terjadi pada mama, ia semakin mendekapku erat, goyangan pinggulnya semakin liar dan hal itu membuatku seperti akan meledak, keringat telah membanjiri tubuh kami berdua. Aku semakin akan mendekati puncak ketika tiba-tiba mama menjerit dan telah sampai pada puncaknya yang sedetik kemudian aku menyusul ke surga dunia tersebut. Aku terkulai lemas. Diam tanpa ada suara sedikitpun. Sejenak kemudian ada suara isak tangis dari mulut mama, rupanya mama tersadar kemudian berlari ke kamar mandi, setelah itu hening.
Keesokan harinya keadaan tetap seperti biasanya, hari itu libur sekolahku aku tetap berada di rumah untuk menemani mama, aku tak tega untuk meninggalkannya seorang diri di rumah. Saat itu mama sedang mencuci pakaian, mama adalah seorang yang rajin, semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri olehnya, itu yang membuatku terkagum-kagum padanya, ia selalu mengerjakan semua tanpa pernah meminta tolong kecuali mamang setelah ia tak mampu. Tapi saat itu aku berinisiatif untuk membantunya lagi pula 70% yang dicuci mama adalah bajuku sendiri. Tanpa basa basi aku langsung menuju ember untuk mengucek baju baju ringan agar bersih.
“Lho mimpi apa semalam kok tumben nyuci..” kata mama sedikit menyindir.
“Nggak kok cuma pengen bantu aja.” sahutku sambil nyengir tak karuan.
Kami pun larut dalam pekerjaan itu, beberapa menit kemudian tugas harian itu selesai. Baju yang kupakai basah semua begitu juga dengan mama. Akupun mandi lagi, setelah selesai disusul mama. Saat itu kami sedang menonton TV, ketika langit mendung dan menampakkan akan datang hujan, benar saja beberapa menit kemudian gerimis pun jatuh perlahan dari langit, kami pun berlari ke belakang menyelamatkan baju-baju yang hampir kering.
“Jduaarr..” petir menyambar dengan lantangnya seolah tak ada yang berani melawan. TV telah mati, otomatis. Aku diam sendiri melamun, sedangkan mama masih asyik dengan majalah Femina-nya duduk di ruang tamu, hujan turun dengan lebatnya, aku pun ikut larut duduk di ruang tamu sambil membaca majalah Femina yang banyak terdapat di kolong meja ruang tamu, sesekali aku memperhatikan wajah mama, memang benar kata orang kalau mama seorang wanita yang cantik, tinggi semampai dengan kulit putih mulus, leher jenjang dan dada membulat indah, seandainya sajaorang juga tahu kalau mama mempunyai vagina yang indah dengan warna kemerahan dan terlihat seperti milik gadis belasan tahun maka lengkaplah mama sebagai wanita sempurna.
Bolak balik aku membuka halaman namun tak ada satupun isi majalah yang menarik minatku untukmembacanya. Majalah itu kuletakkan kembali di bawah meja, aku duduk sendiri lagi, kembali kuperhatikkan mama, aku teringat semalam bagaimana mama bagai kuda binal memacu mengejar kenikmatan. Tak terasa penisku membengkak. Sepertinya mama tahu kalau sedang diperhatikan.
“Donny ngapain juga ngeliatin mama seperti itu..” tanyanya sambil membalik ke halaman berikut.
“Nggak kok Ma.. mama cantik sih,” jawabku lugu sambil memperbaiki posisi penisku.
Mama tersenyum renyah, ufhh sungguh manis jika mama tersenyum. Kemudian mama meletakkan kembali majalahnya untuk bangkit menuju jendela menyaksikan hujan yang turun dengan lebatnya. Aku melihat dari belakang betapa sexy-nya tubuh mama, pantatnya menonjol keluar, penisku serasa meledak saja, melihat hal itu. Aku pun beranjak menyaksikan hujan dari belakang mama. Kupeluk tubuh mama, mama memegang tanganku di perutnya. Penisku sengaja kutempel di belakang pantatnya.
“Ma.. Donny sayang mama,” lirihku pelan.
“Mama juga sayang sama Donny.” sahut mama sambil mencium keningku, kemudian ia berbalik menghadapku, mama memelukku dengan melingkarkan kedua tangannya di leherku. Aroma tubuh wanita asli tanpa farfum pun keluar dari tubuh mama terutama kedua ketiaknya, membuatku semakin terangsang. Lama kami saling pandang, mama begitu cantiknya dengan hidung bangir bibir tipis dan mungil. Semakin aku memeluknya erat serasa tak ingin kulepaskan lagi.
“Dansa yuk..” ajak mama gembira sambil meregangkan pelukannya.
“Boleh tapi tapenya khan di kamar,” jawabku bingung.
“Ya.. iya dansanya di kamar Donny aja,” sahutnya kembali menjelaskan.Tak berapa lama berselang alunan piano chopin pun beralun sendu, begitu romantisnya kami berdansa layaknya pasangan yang lagi dimabuk asmara. Mama memeluk leherku dengan lembut aku pun tak mau kalah, pinggang mama yang ramping kujadikan sandaran tanganku. Tak lama kemudian mama merebahkan wajahnya di dadaku, aku merapatkan pelukanku sambil mengelus elus punggungnya, kuciumi rambut mama yang wangi sembari tangan kananku terus menelusuri tubuhnya hingga menuju pantat yang membulat sempurna. Sambil berdansa santai, kuremas pantat indah mama.
“Tu khan.. Donny nakal lagi,” kata mama protes sambil mencubit belakang leherku.
Aku tak mempedulikan kata-katanya, aku terus meremas pantatnya, perlahan kutarik roknya yang sebatas lutut hingga mendapatkan ujungnya. Dari situ aku memasukkan tanganku untuk memegang langsung pantat yang dibalut celana dalam yang aku belum tau warnanya itu.
“Donny, jangan lagi ah..” ujar mama masih menandakan dengan suara yang lembut.
Mama tetap bersandar di dadaku, aku terus mendekapnya erat tanpa melepaskannya sedikitpun. Kami terus masih berdansa ketika tanganku telah berhasil masuk ke dalam celana dalam melewati sisi sampingnya. Terasa sekali kulit pantat mama begitu lembutnya. Perlahan kulorotkan celana dalam penghalang itu, mama masih diam ketika celana itu telah lorot sampai setengah paha, dengan bantuan kakiku akhirnya celana yang ternyata berwarna kuning itu merosot sampai telapak kaki mama.
“Donny mau telanjangi mama lagi yaa?” tanyanya sambil menatapku, kali ini mama mengangkat kepalanya menatapku.
Aku diam tak bisa menjawab, terpaksa wajahku tertunduk malu. Aku tak kuasa memandangi wajah mama. Aku berpikir mungkin mama masih menginginkan kejadian semalam, tapi dugaanku ternyata meleset.
“Maafin Donny Maa..” sahutku tertunduk, “Abis Donny pengen seperti tadi malam lagi..” lanjutku polos tanpa ada yang tertahan.
“Donny pengen lihat mama telanjang lagi?” tanya mama sambil mengelus pipiku.
Aku diam tak bisa menjawab kecuali memandangi kuku kakiku yang mulai panjang.
“Atau mungkin Donny pengen tiduri mama lagi yaa?” kembali pertanyaan itu bagai petir yang berkecamuk di luar menghantam ubun-ubunku.
Mama tersenyum, kemudian menjauh dariku hingga posisi kami berhadapan tapi di sisi tembok yang berlawanan. Perlahan sekali mama menarik kaos yang digunakan hingga terlepas sama sekali, kini mama hanya menggunakan bra yang ternyata berwarna kuning juga sepertinya satu paket dengan celana dalam yang tadi berhasil kulorotkan dengan rok sebatas lututnya. Chopin masih sibuk dengan pianonya dalam tape-ku. Saat kemudian kembali bra kuning itu dilepaskan mama hingga menampakkan gundukan kenyal dan montok itu seperti terbebas dari penjara bernama BH. Aku masih terpana dengan kelakuan mama, sepertinya bukan aku saja yang sakit jiwa tapi mama juga sudah tertular dengan penyakit incest-ku. Dalam hati aku berpikir ternyata rok itu telah mencapai lutut hingga ketika tangan halus mama melepaskannya. Tak ada lagi penghalang yang menutupi tubuh indah mama. Cegukkan air liur terdengar seperti pemaksaan ditelan keluar dari mulutku.
“Mama nggak mau mengotori kamar Donny..” sambil mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai mama berlalu menuju kamarnya. Kembali hal ini meninggalkan sejuta pertanyaan di benakku, tapi seperti kemarin aku selalu memilih alternatif yang kedua, mengikuti ke kamarnya. Kali ini aku tak mau setengah-setengah, seluruh pakaianku kulepas semua, ketika aku berjalan ke kamar mama kondisiku sudah dalam keadaan bugil dengan penis tegang mengacung-acung.
loading...
Tak ada yang istimewa, kulihat mama duduk di meja rias menghadap cermin tetap dalam keadaan bugil. Aku mendekati untuk selanjutnya duduk di belakang mama sambil memeluknya. Mama tersenyum penuh arti kemudian berdiri lagi dan meninggalkanku lagi yang duduk terpaku. Ternyata dugaanku benar mama berdiri menuju tempat tidur, terlentang sambil memandangku. Dan aku sudah paham dalam kondisi ini mama sudah dalam keadaan terangsang. Sekarang sudah saatnya aku akan mempraktekkan teori dalam film blue bagaimana cara memuaskan wanita.
Bersambung ke bagian 03
Ngewe Mamaku Yang Seorang Janda - Part 1 - Cerita Sexx Sedarah
Ngewe Mamaku Yang Seorang Janda - Part 2 - Cerita Sexx Sedarah
Ngewe Mamaku Yang Seorang Janda - Part 3 - Cerita Sexx Sedarah